The Flat Life
Yogyakarta, 19 Januari 2013
Suara adzan
berkumandang, nyawa ku kumpulkan demi melaksanakan kewajiban yang satu ini.
Para santri Al-Hakim pun tak banyak pula dari mereka yang masih terlelap jatuh
dalam buaian dinginnya pagi. Alhasil, saking seringnya ini terjadi, para ustadz
yang turun tangan.
“naak, naaak,
banguun sudah shubuh” sahutan ustadz tiap melewati koridor-koridor kamar.
Sayang, hal ini
hanya berbuah asam manis, alias masih banyak juga dari mereka yang masbuk
sholat shubuh. Untungnya, para ustadz pun masih memiliki tingkat kesabaran
seolah seperti seorang yang menjadi korban para Beater dalam anime Sword Art Online. Satu hal yang unik
dari kejadian tiap pagi ini adalah ketika para santri seusai sholat shubuh.
Mereka terlihat khusyuk seperti berdoa, padahal mereka tertidur lagi dengan
lelap. Santri yang mendapat giliran kultum shubuh pun seolah sedang berbicara
dengan mayat hidup. This is too einmaligh.
“Tugaas,
tuugas, pr, tak ada kah satu hari saja tanpa pr, huh??!!” gumamku dalam hati.
Akhirnya aku
pun sampai dalam kamar pak ketua itu, tak lain ialah Azid. Sosok berperawakan
tinggi dengan wajah sedikit lebih tua jika dibandingkan dengan umurnya.
“Aziiid,
sekarang pelajarannya apa aja?” tanyaku dengan wajah datar.
“komputer, matematika, sastra, sama
sejarah” jawab azid dengan muka datar pula.
“hhaah??
Komputer?” tersentak aku sedikit senang mendengarnya. Lantaran dengan pelajaran
ini teringat dengan sosok guru yang setidaknya membuat hariku sedikit greget. Greget tak lain karena tingkah
laku guru yang satu memang benar-benar unik. Panggil saja Pak Agus “He’s not
like an ordinary person” ujarku
sambil menghela nafas panjang. Ia selalu tebar pesona alias murah senyum
kapanpun dimanapun, terutama disekolah. Senyumnya amat sangat ambigu, seolah sekolah merupakan taman
yang berhiasi bidadari-bidadari surga yang jatuh.
Jujur, pertama
kali ku temukan guru seperti dia. Wajahnya yang sulit diungkapkan dengan
kata-kata jika sudah bercanda gurau dengan para siswa.
Exactly, bukan
cuma itu yang membuatku senang, tak lain lantaran karena ia mengingatkanku pada
sosok kakak tertuaku. Sebut saja Kamal, kini ia sedang menempuh kuliah di fasilkom UI. Uhibbuhu fiillaah.
“Krriiiing-krriiing” bel sekolah pun
berkicau.
Beberapa saat
kemudian datanglah Pak Agus, lagi-lagi dengan senyum ambigunya. Ia memerintahkan pada kami untuk membuat sebuah tulisan
prosa dengan alibi “tunjukkan jika
kalianmenguasai Microsoft word”. Klasik sekali!!. Aku berpikir “ngga ada
tugas lain yang lebih greget apa??”.
Kembali ku memerhatikan pak guru itu yang sebelumnya menjelaskan arti kata Pad pada iPad, Word Pad, dan Note Pad.
“hwhahahahaaahahaaa” serentak tawa
teman-temanku membahana karena pak agus menjelaskan dengan dibumbui banyolan.
Teman-temanku
termasuk aku pun bergegas menuju labkom yang terletak diujung sekolah. Kami
mengerjakan apa yang diperintahkan Pak Agus dengan penuh simpati, sehingga
akupun menulis “ ini..ini yang aku
tulis!!”. Ku pejamkan mata, sehingga
aku seolah mengetahui apa yang akan terjadi tiga belas jam dari sekarang. Déjà
vu adalah hal sering ku alami, sehingga inilah yang membuatku menulis cipratan
apa yang aku alami pada carik-carik kertas ini.
“okeeh, waktu
kita telah habis” ujar Pak Agus.
Well, sesegera mungkin aku mengakhiri
cerita ini. Tak banyak yang bisa aku lakukan dalam hidup ini, hanya bias
manadahkan tangan pada orang tua dan yang kuasa. Sekian dan terima kasih.
“sebenernya siiih belum dua halaman, damn, time’s up!!” geramku dalam hati
dalam menulis ini. Malas rasanya mengoreksi tulisan ini, tapi, sudahlah. Tugas
ini ku serahkan pada pihak yang berwajib, Pak agus. -__-!!
0 komentar
Posts a comment